Biaya bahan baku (BBB) adalah salah satu unsur biaya yang penting dalam perusahaan industri atau manufaktur selain biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik.
Biaya tersebut penting dikarenakan merupakan unsur utama dalam membuat suatu produk di perusahaan manufaktur.
Hal tersebut nantinya akan mempengaruhi juga harga jual dari produk tersebut, yang kaitannya nanti dengan keuntungan yang didapatkan.
Nah, untuk lebih jelasnya Yuk simak pembahasannya dalam artikel ini dengan seksama!!
Pengertian Biaya Bahan Baku (BBB)

Pengertian dari bahan baku adalah bahan yang digunakan dalam proses produksi untuk membentuk satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari produk jadi dan sebagai unsur yang diolah dengan menggunakan biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik.
Sedangkan biaya bahan baku adalah suatu biaya yang ditanggung atau dikeluarkan untuk mendapatkan bahan baku yang digunakan dalam proses produksi.
Perlu diketahui bahwa harga pokok bahan baku ini terdiri dari:
- Harga beli
- Biaya angkut
- Dan berbagai biaya lainnya yang dikeluarkan dalam mempersiapkan bahan baku untuk siap digunakan dalam proses produksi.
Sehingga harga pokok bahan baku bukan hanya harga yang terdapat di dalam faktur pembelian atau harga beli saja.
Berbagai biaya lainnya yang pada umumnya ikut dalam perhitungan sebagai biaya bahan baku selain harga beli dan biaya angkut adalah sebagai berikut.
- Biaya pesan
- Biaya penerimaan
- Biaya pembongkaran
- Biaya pemeriksaan
- Biaya asuransi
- Dan biaya pergudangan
BBB dicatat hanya sebesar harga beli berdasarkan faktur pembelian. Hal tersebut dikarenakan berbagai biaya lainnya yang terjadi selain harga beli sulit untuk dapat diperhitungkan kepada harga pokok bahan baku yang dibeli.
Berbagai biaya lainnya tersebut diperhitungkan sebagai biaya overhead pabrik. Berbagai biaya lainnya tersebut disebut juga sebagai biaya bahan pembantu atau sebagai bahan penolong.
Sistem Pembelian Bahan Baku

Transaksi pembelian pembelian yang dilakukan di dalam negeri atau lokal melibatkan berbagai bagian, yaitu bagian produksi, gudang, pembelian, penerimaan barang, dan akuntansi.
Beberapa dokumen sumber dan juga pendukung yang dibuat dalam transaksi pembelian lokal adalah sebagai berikut.
- Surat permintaan pembelian.
- Surat order pembelian.
- Laporan penerimaan barang.
- Faktur yang berasal dari penjual.
Sistem pembelian lokal bahan baku ini terdiri dari beberapa prosedur, diantaranya sebagai berikut.
1. Prosedur Permintaan Pembelian Bahan Baku
Apabila jumlah persediaan bahan baku yang tersedia di gudang sedikit atau sudah mencapai jumlah tingkat minimum pemesanan kembali atau reorder point.
Bagian gudang selanjutnya akan membuat surat permintaan pembelian atau purchase requisition. Dokumen tersebut akan dikirimkan ke bagian pembelian.
Berikut ini adalah contoh dari surat permintaan pembelian.

2. Prosedur Order Pembelian
Pada bagian pembelian akan dilakukan pembelian berdasarkan surat permintaan pembelian yang berasal dari bagian gudang.
Untuk pemilihan supplier, maka bagian pembelian akan mengirimkan surat permintaan penawaran harga atau purchase price quotation kepada para calon supplier.
Surat tersebut berisikan permintaan informasi harga dan berbagai syarat pembelian dari setiap supplier tersebut.
Kemudian setelah supplier yang dianggap baik sudah terpilih, maka bagian pembelian akan membuat surat order pembelian.
Surat order pembelian tersebut akan dikirimkan kepada supplier yang sudah dipilih. Berikut ini adalah contoh dari surat order pembelian.

3. Prosedur Penerimaan Bahan Baku
Supplier akan mengirimkan bahan baku kepada perusahaan sesuai dengan yang terdapat di dalam surat order pembelian yang diterimanya.
Bagian penerimaan barang mempunyai tugas dalam melakukan penerimaan barang, memeriksa kualitas, kuantitas, jenis dan juga spesifikasi bahan baku yang diterima oleh supplier dengan tebusan surat order pembelian.
Jika bahan baku yang diterima sudah sesuai dengan apa yang dipesan atau sesuai dengan yang ada di dalam surat order pembelian, maka bagian penerimaan barang akan membuat laporan penerimaan barang.
Laporan tersebut untuk dikirimkan kepada bagian akuntansi. Berikut ini adalah contoh dari laporan penerimaan barang.

4. Prosedur Pencatatan Penerimaan Bahan Baku di Bagian Gudang
Bagian penerimaan kemudian menyerahkan bahan baku yang sudah diterima dari supplier kepada bagian gudang.
Bagian gudang bertugas untuk menyimpan bahan baku tersebut dan mencatat jumlah dari bahan baku yang diterima dari bagian penerimaan barang dalam kartu gudang atau stock card pada kolom “masuk”.
Stock card ini dipakai oleh bagian gudang untuk melakukan pencatatan mutasi setiap jenis barang yang ada di dalam gudang.
Stock card hanya berisikan berbagai informasi tentang harga barang yang tersimpan di dalam gudang.
Catatan yang ada di dalam stock card tersebut diawasi atau di-pantau dengan catatan yang diselenggarakan oleh bagian akuntansi yang berupa kartu persediaan atau inventory card sebagai akun pembantu persediaan.
Selain melakukan pencatatan mutasi barang gudang dalam stock card, bagian gudang juga mencatat barang dalam kartu barang atau inventory tag.
Kartu baran tersebut akan digantungkan atau ditempel-kan pada tempat penyimpanan setiap jenis barang. Berikut ini adalah contoh dari kartu gudang dan kartu barang.


5. Prosedur Pencatatan Utang
Dalam proses ini bagian pembelian akan menerima faktur pembelian dari supplier. Selanjutnya bagian pembelian akan memberikan tanda tangan di atas faktur pembelian.
Tanda tangan tersebut sebagai bukti persetujuan bahwa faktur bisa dibayar, karena supplier sudah memenuhi berbagai syarat pembelian yang sudah ditentukan oleh perusahaan.
Faktur pembelian yang sudah ditandatangani oleh bagian pembelian tersebut kemudian akan diserahkan kepada bagian akuntansi.
Setelah bagian akuntansi menerima faktur pembelian bahan baku tersebut, maka bagian akuntansi akan langsung melakukan pemeriksaan terhadap ketelitian perhitungan yang ada di dalam faktur pembelian.
Selain itu bagian akuntansi juga akan mencocokkan faktur pembelian dengan informasi atau data yang ada di dalam tembusan surat order pembelian yang diterima dari bagian pembelian dan laporan penerimaan barang yang diterima dari bagian penerimaan barang.
Faktur pembelian tersebut yang dilampirkan dengan tembusan surat order pembelian dan laporan penerimaan barang akan dimasukkan atau dicatat di dalam jurnal pembelian oleh bagian akuntansi.
Kemudian setelah dicatat dalam jurnal pembelian, maka faktur pembelian dan juga dokumen pendukungnya akan dicatat di dalam kartu persediaan pada kolom “masuk”.
Kartu persediaan ini digunakan sebagai pembantu untuk mencatat persediaan bahan baku. Berikut ini adalah contoh dari kartu persediaan.

Harga Pokok Bahan Baku yang Dibeli

Berdasarkan pada prinsip akuntansi yang berterima umum, lazimnya biaya yang terjadi untuk mendapatkan bahan baku dan untuk menempatkannya dalam kondisi siap digunakan, adalah unsur harga pokok bahan baku yang dibeli.
Sehingga, harga pokok bahan baku tidak hanya berupa harga yang terdapat di dalam faktur pembelian saja.
Harga pokok bahan baku ini terdiri dari harga beli (harga yang ada di dalam faktur pembelian) ditambah dengan berbagai macam biaya pembelian dan berbagai biaya untuk menyiapkan bahan baku tersebut dalam kondisi siap digunakan.
Harga beli dan juga biaya angkut adalah suatu unsur yang mudah untuk diperhitungkan sebagai harga pokok bahan baku.
Sedangkan untuk berbagai macam biaya pesan atau order cost, biaya penerimaan, pemeriksaan, pembongkaran, pergudangan, dan asuransi, dan biaya akuntansi bahan baku adalah berbagai macam unsur biaya yang sulit untuk diperhitungkan pada harga pokok bahan baku yang dibeli.
Dalam praktiknya, harga pokok bahan baku hanya dicatat sebesar harga beli berdasarkan faktur pembelian dari supplier.
Hal tersebut dilakukan karena pembagian biaya pembelian kepada setiap jenis bahan baku membutuhkan biaya akuntansi yang mungkin lebih besar jika dibandingkan dengan manfaat ketelitian perhitungan harga pokok yang didapatkan.
Oleh karena hal tersebutlah, maka berbagai biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan bahan baku dan untuk menjadikan bahan baku dalam kondisi siap digunakan, pada umumnya akan dimasukkan atau diperhitungkan sebagai unsur biaya overhead pabrik.
Jika dalam pembelian bahan baku, supplier memberikan potongan harga (cash discount), maka cash discount tersebut akan diperlakukan sebagai pengurang harga pokok bahan baku yang dibeli.
Pada umumnya dalam melakukan pembelian bahan baku, suatu perusahaan akan membayar biaya angkut untuk berbagai jenis bahan bak yang dibeli.
Nah, hal tersebut menjadi masalah tentang pengalokasian biaya angkut pada setiap jenis bahan baku yang diangkut. Oleh karena itu diperlakukan yang tepat pada biaya angkut tersebut.
Perlakukan biaya angkutan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu sebagai berikut:
1. Sebagai Tambahan Harga Pokok Bahan Baku yang Dibeli
Jika biaya angkut ini diperlakukan sebagai tambahan harga pokok bahan baku yang dibeli, maka pengalokasian dari biaya angkut pada setiap jenis bahan baku bisa berdasarkan pada beberapa hal berikut ini.
- Perbandingan kuantitas.
- Perbandingan harga faktur.
- Tarif yang ditentukan di-muka.
Catatan:
Dalam pengalokasian biaya angkut berdasarkan tarif yang ditentukan di-muka, jika pada akhir periode akuntansi dalam akun biaya angkut terdapat selisih antara biaya angkut yang dibebankan dengan biaya angkut yang sesungguhnya dan jumlah selisihnya material, maka selisih tersebut akan dibagikan ke beberapa akun, yaitu:
- Akun persediaan bahan baku.
- Akun persediaan barang dalam proses.
- Akun persediaan produk jadi.
- Akun harga pokok penjualan.
Jurnal yang dibuat untuk melakukan pencatatan tersebut adalah sebagai berikut.
Namun, jika selisih antara biaya angkut yang dibebankan dengan biaya angkut sesungguhnya tidak material, maka selisih tersebut dapat langsung ditutup ke dalam akun harga pokok penjualan.
Contoh Soal 1
PT Mastah Bisnis dalam melakukan aktivitas produksinya membutuhkan 3 jenis bahan baku yaitu X, Y, dan Z. Pada tanggal 5 Febuari 2021 melakukan pembelian bahan baku sebagai berikut.
Biaya angkut yang dibayarkan untuk mengangkut ke-3 jenis bahan baku tersebut adalah Rp. 375.000.
Dari data tersebut buatlah suatu alokasi biaya angkut pada setiap jenis bahan jika pembebanan biaya angkut pembelian berdasarkan atas:
- Perbandingan kuantitas
- Perbandingan harga faktur
Jawab:
- Perbandingan kuantitas
- Perbandingan harga faktur
Contoh Soal 2
Biaya angkut yang diperkirakan akan ditanggung pada tahun 20×1 yaitu sebesar Rp.2.500.000, dan jumlah bahan baku yang diangkut diperkirakan sebanyak 50.000 kg.
Tarif biaya angkut pada tahun 20×1 adalah sebesar Rp.50/kg. Berikut ini adalah jumlah bahan baku yang dibeli dan juga alokasi biaya angkutan atas dasar tarif pada tahun 20×1.
Jawab:
Apabila biaya angkut sesungguhnya yang dibayar pada tahun 20×1 adalah sebesar Rp.2.400.000, maka jurnal yang bisa dibuat pada tahun 20×1 untuk mencatat bahan baku yang dibeli adalah sebagai berikut.
- Jurnal pembelian bahan baku
- Jurnal pembebanan biaya angkut atas dasar tarif
- Jurnal pencatatan biaya angkut yang sesungguhnya terjadi
- Jurnal penutupan saldo akun biaya angkut ke akun harga pokok penjualan
2. Sebagai Tambahan Harga Pokok Bahan Baku, Tapi Sebagai Unsur BOP
Dengan memakai cara ini, biaya angkut tidak diperhitungkan sebagai tambahan harga pokok bahan baku, tapi sebagai unsur dari biaya overhead pabrik.
Pada saat awal tahun anggaran, jumlah dari biaya angkut yang dikeluarkan selama 1 tahun akan diperkirakan atau ditaksir.
Jumlah taksiran biaya angkut tersebut akan diperhitungkan sebagai unsur dari biaya overhead pabrik dalam menentukan tarif biaya overhead pabrik.
Biaya angkut sesungguhnya selanjutnya akan dicatat pada sisi debet akun biaya overhead pabrik sesungguhnya.
Biaya Unit Organisasi dalam Perolehan Bahan Baku

Di awal penjelasan dalam artikel ini sudah dijelaskan bahwa harga pokok bahan baku itu terdiri dari harga yang terdapat di dalam faktur ditambah dengan berbagai biaya pembelian dan biaya untuk menyiapkan bahan baku.
Dalam melakukan pembelian bahan baku, unit organisasi yang berhubungan dalam kegiatan pembelian bahan baku adalah bagian pembelian, bagian penerimaan, bagian gudang, dan bagian akuntansi persediaan.
Sehingga, jika biaya pembelian akan diperhitungkan sebagai harga pokok bahan baku, maka setiap biaya yang ada pada setiap bagian tersebut harus diperhitungkan.
Berbagai biaya yang berhubungan dengan pembelian bahan baku dari setiap bagian tersebut sebagian besar belum bisa diperhitungkan ketika bahan baku yang dibeli diterima di gudang.
Oleh karena itu, akan muncul kesulitan dalam melakukan perhitungan biaya pembelian sesungguhnya yang harus dibebankan pada harga pokok bahan baku yang dibeli.
Untuk dapat mengatasi permasalahan tersebut, maka harus dibuat tarif pembebanan biaya pembelian pada masing-masing jenis bahan baku yang dibeli.
Apabila biaya pembelian dibebankan pada bahan baku yang dibeli berdasarkan tarif, maka perhitungan tarif biaya pembelian dapat dilakukan sebagai berikut.
- Jumlah biaya setiap bagian yang berhubungan dengan transaksi pembelian bahan baku diperkirakan selama 1 tahun anggaran.
- Ditentukan dasar pembebanan biaya setiap bagian dan ditaksir berapa jumlahnya dalam tahun anggaran.
- Ditentukan tarif pembebanan biaya setiap bagian dengan cara membagi biaya dari setiap bagian dengan dasar pembebanan.
Dasar dan Tarif Biaya Pembelian Setiap Bagian
Berikut ini adalah dasar pembebanan biaya pembelian setiap bagian yang berhubungan dalam pengadaan bahan baku.
Berbagai macam biaya sesungguhnya yang dikeluarkan oleh setiap bagian yang berhubungan dengan pengadaan bahan didebitkan dalam akun biaya setiap bagian yang dibebankan.
Jika terjadi selisih dalam setiap akun biaya masing-masing bagian yang dibebankan, maka perlakuannya sama seperti selisih yang terdapat dalam akun biaya angkut.
Jurnal yang dapat dibuat untuk mencatat pembebanan biaya pembelian pada harga pokok bahan baku atas dasar tarif adalah sebagai berikut.
Biaya yang Diperhitungkan dalam Harga Pokok Bahan Baku yang Diimpor

Jika bahan bakunya diimpor dari luar negeri, tentunya unsur harga pokoknya berbeda dengan bahan baku yang dibeli dari dalam negeri.
Dalam perdagangan luar negeri, harga barang yang disepakati bersama antara pembeli dan penjual akan berdampak pada berbagai biaya yang menjadi tanggungan si pembeli.
Bahan baku bisa diimpor dari luar negeri dengan menggunakan beberapa syarat harga yaitu sebagai berikut.
- Free Alongside Ship (FAS).
- Free on Board (FoB).
- Cost and Freight (C & F).
- Cost, Insurance, and Freight (C I & F).
Pada syarat harga C & F pembeli akan menanggung biaya asuransi laut dan penjual akan menanggung biaya angkut lautnya.
Pada syarat harga C I & F pembeli hanya akan menanggung biaya berbagai biaya untuk mengeluarkan bahan baku dari pelabuhan pembeli dan berbagai biaya lain sampai barang diterima di gudang pembeli.
Dalam syarat harga C I & F biaya angkut laut dan juga biaya asuransi lautnya akan diperhitungkan sebagai harga barang oleh penjual.
Harga pokok bahan baku yang diimpor terdiri dari beberapa macam yaitu sebagai berikut.
Beberapa biaya tersebut merupakan contoh dari unsur biaya bahan baku yang diimpor dari luar negeri. Biaya – biaya tersebut tidaklah baku seperti itu.
Penilaian Persediaan Bahan Baku yang Dipakai dalam Produksi

Karena dalam suatu periode akuntansi biasanya terjadi fluktuasi atau perubahan harga, maka harga beli bahan baku juga bisa berbeda dari pembelian yang satu dengan pembelian yang lainnya.
Sehingga persediaan bahan baku yang ada di-gudang memiliki harga pokok yang berbeda – beda, meskipun jenis bahan bakunya sama.
Tentunya hal tersebut menyebabkan masalah dalam penentuan harga pokok bahan baku yang digunakan dalam produksi.
Untuk dapat mengatasi hal tersebut dibutuhkan berbagai macam metode penilaian / pencatatan / penentuan harga pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi.
Beberapa metode penilaian persediaan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut.
- Metode identifikasi khusus.
- Metode masuk pertama keluar pertama / first in first out (FIFO).
- Metode masuk terakhir keluar pertama / last in first out (LIFO).
- Metode rata – rata bergerak.
- Metode rata – rata tertimbang.
- Dan lain sebagainya.
Untuk mengetahui lebih dalam tentang penilaian persediaan bahan baku, silakan bisa di baca dalam artikel berikut ini.
Sisa Bahan Baku (Scrap Materials)

Dalam proses produksi, tidak seluruh bahan baku bisa menjadi produk jadi. Bahan baku yang mengalami kerusakan dalam proses produksi disebut sebagai sisa bahan.
Perlakukan terhadap sisa bahan tersebut tergantung dari harga jual sisa bahan tersebut.
Apabila harga jual dari sisa bahan ini rendah, pada umumnya tidak dilakukan pencatatan jumlah dan harganya sampai ketika penjualannya.
Namun apabila harga jual dari sisa bahan tersebut tinggi, maka harus dicatat jumlah dan harga jual dari sisa bahan tersebut ke dalam kartu persediaan ketika sisa bahan diserahkan oleh bagian produksi ke bagian gudang.
Apabila dalam proses produksi terdapat sisa bahan, maka masalah yang muncul adalah bagaimana cara dalam memperlakukan hasil penjualan dari sisa bahan tersebut.
Nah, berikut ini adalah beberapa perlakuan terhadap hasil penjualan sisa bahan.
1. Sebagai Pengurangan Biaya Bahan Baku yang Digunakan dalam Pesanan yang Menghasilkan Sisa Bahan Tersebut.
Apabila sisa bahan yang terjadi disebabkan karena karakteristik dari proses pengolahan suatu pesanan tertentu, maka hasil dari penjualan sisa bahan bisa diidentifikasikan dengan pesanan tersebut.
Jurnal yang dapat dibuat ketika penjualan sisa bahan adalah sebagai berikut:
Hasil dari penjualan sisa bahan tersebut juga harus dicatat ke dalam kartu harga pokok pesanan yang berkaitan.
Pencatatan tersebut dilakukan di kolom “biaya bahan baku” sebagai pengurang biaya bahan baku pesanan tersebut.
2. Sebagai Pengurangan Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya.
Apabila sisa bahan yang ada tidak bisa diidentifikasikan pada pesanan tertentu, dan sisa bahan adalah suatu hal yang bisa terjadi dalam proses produksi.
Maka hasil penjualan dari bahan tersebut bisa diperlakukan sebagai pengurang BOP sesungguhnya.
Berikut ini adalah jurnal yang dapat dibuat ketika penjualan sisa bahan terjadi.
3. Sebagai Penghasilan di Luar Usaha.
Hasil dari penjualan sisa bahan bisa juga diperlakukan sebagai pendapatan di luar kegiatan usaha dan tidak sebagai pengurang biaya produksi.
Jurnal yang dapat dibuat adalah sebagai berikut.
Akun hasil penjualan sisa bahan ini disajikan dalam laporan laba rugi, yaitu masuk ke dalam kelompok pendapatan di luar usaha (other income).
Pencatatan Sisa Bahan Baku

Apabila jumlah dan juga nilai dari sisa bahan ini tinggi atau besar, maka dibutuhkan suatu pengawasan terhadap persediaan sisa bahan.
Pemegang kartu persediaan yang ada di bagian akuntansi harus mencatat mutasi persediaan sisa bahan yang ada di gudang.
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk melakukan pencatatan persediaan sisa bahan, yaitu sebagai berikut.
- Bagian akuntansi persediaan mengadakan kegiatan pencatatan mutasi persediaan sisa bahan ke dalam kartu persediaan.
Ketika sisa bahan ditransfer dari bagian produksi ke bagian gudang, selanjutnya bagian akuntansi persediaan akan mendapatkan atau menerima laporan jumlah sisa bahan dari bagian gudang.
Setelah itu bagian akuntansi persediaan akan mencatat kuantitas dari sisa bahan ke dalam kartu persediaan.
Ketika persediaan sisa bahan dijual, maka harus dibuat jurnal seperti yang sudah di jelaskan di atas.
Bagian akuntansi persediaan akan melakukan pencatatan mutasi persediaan sisa bahan hanya dalam kuantitasnya saja, tanpa nilai uangnya.
- Bagian akuntansi persediaan tidak hanya mengadakan pencatatan terhadap mutasi persediaan sisa bahan dalam kuantitasnya saja, namun pada nilai uangnya juga.
Apabila bagian akuntansi persediaan mengadakan pencatatan terhadap mutasi persediaan sisa bahan, baik dalam kuantitas atau pun dalam nilai uangnya.
Maka pencatatan persediaan sisa bahan dan penjualannya bisa dilakukan dengan menggunakan beberapa metode berikut ini.
Contoh Soal 3
Bagian produksi menyerahkan sebanyak 2.000 kg sisa bahan ke bagian gudang. Sisa bahan tersebut diperkirakan bisa dijual dengan harga Rp.5.000/kg.
Sampai pada akhir periode akuntansi, sisa bahan tersebut sudah terjual sebanyak 1.250 kg dengan harga Rp.6000/kg.
Lakukanlah semua penjurnalan yang dibutuhkan untuk mencatat transaksi tersebut!
Jawab:
Metode I
Berikut ini merupakan jurnal penyerahan persediaan sisa bahan dari bagian produksi ke bagian gudang, apabila hasil penjualan sisa bahan sebagai pendapatan di luar usaha.
Dalam penjurnalan tersebut, akun yang berada di posisi kredit tergantung dari perlakuan terhadap hasil penjualan sisa bahan.
Berikut ini adalah jurnal penjualan sisa bahan.
Pada akhir periode harus dibuat jurnal penyesuaian (adjusting journal entry). Hal tersebut dikarenakan terdapat persediaan sisa bahan yang belum laku dijual yaitu sebanyak 750 kg.
Pada jurnal yang pertama sudah dicatat hasil penjualan sebesar 2.000 kg, namun pada nyata nya yang sudah direalisasikan terjual baru 1.250 kg.
Sehingga hasil penjualan dari sisa bahan adalah sebesar Rp.10.000.000 harus dikurangi Rp.3.750.000.
Rp.3750.000 ini berasal dari (750 x Rp.5.000) yaitu jumlah hasil penjualan yang belum direalisasikan.
Jurnal penyesuaian (adjusting journal) yang dibuat pada akhir periode adalah sebagai berikut.
Pada akhir periode juga harus dibuat penyesuaian jika terjadi perbedaan antara harga jual sisa bahan yang ditaksir dengan harga sesungguhnya.
Terdapat selisih dalam periode tersebut sebesar Rp.1.000/kg (Rp.6.000 – Rp.5.000) dan jumlah sisa bahan yang terjual adalah 1.250 kg.
Sehingga selisih pada periode tersebut adalah Rp.1.250.000 (Rp.1.000 x 1.250 kg). Berikut ini adalah jurnal penyesuaian karena adanya selisih harga jual.
Jurnal pencatatan persediaan, penjualan, dan penyesuaian sisa bahan pada akhir periode dapat digambarkan sebagai berikut.

Metode II
Perbedaan antara metode I dengan metode II hanya pada jurnal yang dibuat ketika sisa bahan diserahkan ke gudang dan penjualannya.
Berikut ini jurnal penyerahan sisa bahan dari bagian produksi ke bagian gudang.
Berikut ini adalah jurnal penjualan sisa bahan.
Pada metode ke II ini jika terdapat persediaan sisa bahan yang belum terjual dan terjadi selisih harga jual, maka pada akhir periode tidak harus dibuat jurnal penyesuaian seperti pada metode I.
Berbagai jurnal yang dibuat dalam metode ke II ini bisa digambarkan sebagai berikut.

Produk Rusak (Spoiled Goods)

Produk rusak adalah suatu produk yang tidak sesuai dengan standar mutu yang sudah ditetapkan, yang secara ekonomis sudah tidak bisa diperbaiki menjadi suatu produk yang baik.
Produk rusak dengan sisa bahan tentunya berbeda. Sisa bahan adalah bahan yang mengalami kerusakan dalam proses produksi, sehingga belum sempat menjadi suatu produk.
Sedangkan produk rusak adalah produk yang sudah menyerap biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik.
Perlakuan terhadap produk rusak ini tergantung dari sifat dan juga penyebab terjadinya kerusakan.
Apabila penyebab terjadinya produk rusak karena sulitnya pengerjaan suatu pesanan tertentu atau berbagai macam faktor luar biasa lainnya.
Maka harga pokok produk rusak akan dibebankan sebagai tambahan harga pokok produk yang tidak rusak dalam pesanan tersebut.
Apabila produk rusak tersebut masih dapat dijual, maka hasil dari penjualan produk rusak tersebut diperlakukan sebagai pengurang biaya produksi pesanan yang menghasilkan produk rusak tersebut.
Apabila produk rusak adalah suatu hal yang normal terjadi pada proses pengolahan produk, maka kerugian yang muncul sebagai akibat terjadinya produk rusak akan dibebankan pada produksi secara keseluruhan.
Yaitu dengan cara memperhitungkan kerugian tersebut di dalam tarif biaya overhead pabrik (BOP).
Sehingga anggaran biaya overhead pabrik yang akan dipakai untuk menentukan tarif BOP terdiri dari beberapa elemen berikut ini.
Seluruh biaya tersebut di-jumlah sehingga menghasilkan BOP yang dianggarkan.
Sedangkan untuk menghitung tarif biaya overhead pabrik dapat menggunakan rumus berikut ini.

Apabila terjadi produk rusak, maka kerugian yang sesungguhnya terjadi akan didebitkan dalam akun biaya overhead pabrik sesungguhnya.
Pencatatan Produk Rusak

Terdapat beberapa macam perlakuan atau pencatatan yang bisa dilakukan pada produk rusak, yaitu sebagai berikut.
1. Jika Produk Rusak Dibebankan Pada Pesanan Tertentu
Contoh Soal 4
PT Mastah Bisnis memproduksi berdasarkan atas pesanan. Pada bulan Januari 20×9 perusahaan menerima pesanan pembuatan produk A sebanyak 1.000 unit.
Karena pesanan tersebut adalah pesanan yang memerlukan ketepatan spesifikasi yang ditentukan oleh pemesan, maka produk rusak yang terjadi akan dibebankan pada pesanan tersebut.
Untuk dapat memenuhi pesanan tersebut perusahaan memproduksi sebanyak 1.100 produk A, dengan rincian biaya sebagai berikut.
Ketika pesanan tersebut selesai dikerjakan ternyata ada 100 unit produk A yang rusak, yang secara ekonomis tidak bisa diperbaiki.
Diperkirakan produk tersebut dapat dijual dengan harga Rp.350 per unit-nya. Buatlah jurnal yang dibutuhkan untuk mencatat transaksi tersebut!
Jawab
Berikut ini adalah jurnal untuk mencatat biaya produksi dalam mengolah 1.100 unit produk A.
Andai saja 100 produk A tidak mengalami kerusakan, maka harga pokok dari produk A adalah Rp.466 per unit (Rp.512.000 : 1.100 unit).
Karena terdapat 100 produk A yang rusak, maka harga pokok produk rusak dibebankan pada produk yang tidak rusak.
Oleh karena itu produk A yang tidak rusak mempunyai harga pokok sebesar Rp.523 per unit (Rp.512.500 : 1.000).
Apabila produk rusak tersebut masih bisa dijual dengan harga Rp.350 per unit, maka hasil penjualan tersebut akan diperlakukan sebagai pengurang dari biaya produksi yang sudah dibebankan kepada produk yang tidak rusak.
Berikut ini adalah jurnal untuk mencatat nilai jual produk rusak dan pengurangan biaya produksi pesanan.
Pembagian nilai jual produk rusak sebagai pengurang terhadap setiap akun barang dalam proses didasarkan pada perbandingan setiap elemen biaya dalam harga pokok produk rusak, berikut penjelasannya.

Jurnal yang digunakan untuk mencatat harga pokok produk jadi adalah sebagai berikut:
Karena produk rusak masih bisa dijual dengan harga Rp.35.000, maka biaya produksi berkurang menjadi Rp.477.500 (Rp.512.500 – Rp.35.000).
Oleh karena itu harga pokok per unit produk A yang tidak rusak adalah Rp.478 (Rp.477.500 : 1.000).
2. Jika Kerugian Produk Rusak Dibebankan Pada Semua Produk
Contoh Soal 5
PT Javaque melakukan produksi berdasarkan pesanan. Karena produk rusak adalah sesuatu hal yang wajar atau biasa terjadi dalam proses produksi, maka kerugian adanya produk rusak sudah diperhitungkan dalam penentuan tarif BOP di awal periode.
Tarif BOP adalah sebesar 160% dari biaya tenaga kerja langsung. Pada bulan Febuari 20×9, perusahaan menerima suatu pesanan produk AB sebanyak 2.000 unit.
Biaya produksi yang di keluarkan untuk dapat mengerjakan pesanan tersebut adalah sebagai berikut.
Setelah pesanan tersebut selesai dikerjakan, ternyata dari 2.300 unit produk yang selesai dikerjakan terdapat 300 unit yang rusak.
Diperkirakan produk rusak tersebut masih laku seharga Rp.200 per unit.
Buatlah penjurnalan yang dibutuhkan untuk mencatat kondisi tersebut!
Jawab
Berikut ini adalah jurnal yang digunakan untuk mencatat biaya produk dalam pengolahan produk AB.
Karena dalam tarif BOP sudah diperhitungkan kerugian produk rusak, maka semua produk yang diproduksi akan dibebani kerugian produk rusak.
Sehingga kerugian sesungguhnya yang muncul dari produk rusak akan didebitkan dalam akun BOP sesungguhnya.
Berikut merupakan perhitungan kerugian karena adanya produk rusak dari contoh soal 5.

Berikut ini adalah jurnal yang dibuat untuk melakukan pencatatan produk rusak dan kerugian.
Berikut ini adalah jurnal untuk mencatat produk jadi yang tidak rusak.
Produk Cacat (Defective Goods)

Produk cacat adalah suatu produk yang tidak sesuai dengan standar kualitas yang sudah ditentukan, namun dengan menggunakan biaya pengerjaan kembali untuk memperbaikinya, maka produk tersebut secara ekonomis bisa menjadi produk jadi yang baik.
Masalah yang muncul dengan adanya produk cacat ini adalah bagaimana memperlakukan biaya tambahan pengerjaan kembali atau rework cost pada produk cacat tersebut.
Sebenarnya perlakuan terhadap biaya pengerjaan kembali produk cacat hampir sama seperti yang dilakukan pada produk rusak.
Apabila produk cacat bukan menjadi hal yang wajar atau biasa dalam proses produksi, namun karena karakteristik pengerjaan pesanan tertentu.
Maka rework cost bisa dibebankan sebagai tambahan biaya produksi pesanan yang bersangkutan.
Selain itu rework cost juga bisa dibebankan kepada semua produk. Yaitu dengan cara memperhitungkan rework cost ke dalam tarif BOP.
Biaya pengerjaan kembali produk cacat yang sesungguhnya akan dicatat pada sisi debet dalam akun BOP sesungguhnya.
1. Dibebankan pada Pesanan Tertentu
Contoh Soal 6
PT Maju Jaya menerima suatu pesanan produk C. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk membuat produk C adalah sebagai berikut.
Setelah pengerjaan 100 unit produk C selesai, ternyata ada 10 unit yang cacat, dan secara ekonomis masih bisa diperbaiki.
Berbagai biaya pengerjaan kembali 10 unit produk C tersebut terdiri dari biaya tenaga kerja langsung Rp.5.000 dan BOP sebesar tarif yang biasa digunakan.
Buatlah penjurnalan yang sesuai dengan transaksi tersebut!
Jawab
- Jurnal untuk mencatat biaya produksi 100 unit produk C.
- Jurnal untuk mencatat rework cost apabila biaya dibebankan sebagai tambahan biaya produksi pesanan.
- Jurnal untuk mencatat harga pokok produk jadi.
2. Dibebankan pada Produk Secara Keseluruhan
Contoh Soal 7
Dalam prose produksi yang terjadi di PT Nusantara selalu terjadi produk cacat. Produk tersebut secara ekonomis masih bisa diperbaiki, yaitu dengan mengeluarkan cost rework.
Sehingga, pada saat menentukan tarif BOP, dalam anggaran BOP sudah diperhitungkan taksiran cost rework produk cacat yang akan dikeluarkan selama periode anggaran.
Tarif BOP ditentukan sebesar 150% dari BTKL. Dalam periode anggaran tersebut PT Nusantara menerima pesanan sebanyak 500 unit produk BC.
Biaya produksi yang dikeluarkan untuk menyelesaikan produk tersebut adalah sebagai berikut.
Setelah pengerjaan produk BC selesai, ternyata terdapat 50 unit produk BC yang cacat.
Rework cost yang dikeluarkan untuk memperbaiki produk tersebut terdiri dari BTKL sebesar Rp.10.000 dan BOP pada tarif yang digunakan.
Buatlah penjurnalan yang dibutuhkan untuk mencatat kondisi tersebut!
Jawab
- Jurnal untuk mencatat biaya produksi 500 unit produk BC.
- Jurnal untuk mencatat rework cost apabila biaya dibebankan pada produk secara keseluruhan.
- Jurnal untuk mencatat harga pokok produk jadi.
Akhir Kata
Demikianlah sedikit pembahasan tentang biaya bahan baku. Semoga artikel ini bisa bermanfaat dan bisa menambah wawasan kamu. Jika ada saran, kritik, atau pertanyaan silakan sampaikan di kolom komentar. Terima kasih.
Terima Kasih🙏🏻🙏🏻 Kak~ Sangat membantu sekali
Terimakasih sudah menjadikan Mastah Bisnis sebagai referensi, semoga dapat bermanfaat.