Seorang konsumen membutuhkan suatu perlindungan. Konsumen adalah seseorang atau suatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu. Konsumen juga dapat didefinisikan sebagai setiap orang yang memakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat.
Baik dipakai bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, ataupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
- Konsumen yang menggunakan barang atau jasa untuk dijual kembali atau untuk diolah kembali menjadi produk baru.
Contoh: membeli kain untuk dijual kembali atau membeli kain untuk dijadikan busana dan dijual kembali.
Konsumen dengan jenis ini disebut pembeli menengah (intermediate buyer), konsumen pasar industri (consumer of industrial market), atau konsumen perantara (intermediate consumer). Konsumen perantara seperti produsen, distributor, agen, dan juga pengecer.
- Konsumen yang menggunakan barang atau jasa untuk dikonsumsi sendiri, keluarga, atau lainnya dengan tujuan tidak dijual kembali.
Contoh: konsumen yang membeli kain untuk dijadikan busana sendiri atau keluarganya. Konsumen jenis ini disebut pembeli terakhir (ultimate buyer), atau konsumen terakhir (consumer of the consumer market), atau konsumen akhir (ultimate consumer).
Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, konsumen terakhir-lah yang disebut dengan konsumen. Adapun konsumen perantara tidak disebut sebagai konsumen.
Dalam kegiatan bisnis konsumen sering menjadi korban dari usaha-usaha tidak terpuji dari penjual.
Konsumen terkadang dirugikan karena barang yang dijual rusak, atau tidak sesuai dengan harapan. Walaupun untuk barang tertentu dilengkapi jaminan pasca jual seperti garansi dan juga asuransi.
Namun ketika terjadi klaim sangat sulit untuk direalisasikan. Bahkan terkadang tidak mendapat tanggapan sama sekali. Untuk itulah konsumen perlu dilindungi dari berbagai usaha yang tidak terpuji para penjual.
Pengertian Perlindungan Konsumen
Konsep perlindungan konsumen bahkan sudah diundangkan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Menurut undang-undang tersebut, perlindungan konsumen adalah segala bentuk upaya yang dapat menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.
Hukum Perlindungan Konsumen
Kegiatan perdagangan yang terus berkembang tidak hanya berdampak positif bagi perekonomian negara. Namun juga memunculkan berbagai permasalahan.
Permasalahan yang menyangkut persoalan sengketa dan ketidakpuasan konsumen karena produk yang dikonsumsi-nya tidak memenuhi standar kualitas. Berbagai permasalahan inilah yang mendorong ditetapkannya hukum perlindungan konsumen.
Hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan/atau jasa konsumen.
Hukum perlindungan konsumen sendiri didasari oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Undang-Undang Dasar 1945
Sebagai sumber dari segala sumber hukum yang ada di Indonesia, UUD 1945 mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
Tujuan dari pembangunan nasional diwujudkan dengan melalui sistem pembangunan ekonomi yang demokratis.
Sehingga mampu menumbuhkan dan mengembangkan dunia usaha yang memproduksi barang dan jasa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat.
UU Nomor 8 Th 1999 Tentang Perlindungan Konsumen atau UUPK
Lahirnya UUPK, memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia untuk dapat memperoleh perlindungan atas kerugian yang dialami dari transaksi suatu barang dan/atau jasa.
UUPK ini menjamin adanya kepatian hukum bagi para konsumen. Hanya terdapat 2 ketentuan perlindungan konsumen yang tidak diatur dalam undang-undang ini. Berikut merupakan UUPK, (http://jdih.bsn.go.id/produk/detail/?id=380&jns=2)
Pertama, ketentuan perlindungan konsumen terhadap pelaku usaha yang melanggar hak atas kekayaan intelektual.
Karena sudah diatur dalam UU No.12 Tahun 1997 yang diubah dengan UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, UU No.13 Tahun 1997 yang diubah dengan UU No.14 tahun 2001 tentang Hak paten, dan UU No.14 tahun 1997 yang diubah dengan UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek.
Yang melarang menghasilkan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang melanggar tentang ha keatas kekayaan intelektual.
Kedua, perlindungan konsumen di bidang lingkungan hidup karena sudah diatur dalam UU No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Mengenai kewajiban bagi setiap orang untuk dapat memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
Tujuan Perlindungan Konsumen
Tujuan perlindungan konsumen menurut pasal 3 UUPK ada 6, yaitu sebagai berikut:
Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan juga kemandirian bagi konsumen untuk melindungi diri. Rendahnya tingkat pendidikan konsumen menjadikan rendahnya tingkat kesadaran akan hak-haknya.
Oleh karena itu UUPK menjadi landasan yang kuat bagi pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat untuk melakukan pendidikan dan pembinaan kepada konsumen.
Melalui UU ini diharapkan konsumen dapat memperoleh kesadaran mengenai hak dan kewajibannya sebagai konsumen.
Sehingga konsumen akan berusaha memperoleh informasi untuk meningkatkan pengetahuan mengenai barang yang akan dikonsumsi-nya tanpa harus berkonsultasi dengan pihak lain.
Meningkatkan harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negative pemakaian barang dan/atau jasa. Efek negative dari pemakaian produk yang mengandung bahan berbahaya bagi kesehatan, seperti makanan yang terlalu banyak mengandung penyedap sehingga tidak baik untuk kesehatan.
Namun dalam iklannya diinformasikan makanan tersebut mengandung zat yang berguna bagi kesehatan. Dalam hal ini penegakan hukum sangat diperlukan untuk mencegah akses negative tersebut.
Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam hal memilih, menentukan dan juga menuntut hak-haknya sebagai konsumen. Banyak berita mengenai bagaimana seseorang konsumen dirugikan tapi tidak bisa berbuat apa-apa karena ketidaktahuan-nya.
Menciptakan suatu sistem perlindungan terhadap konsumen yang mengandung suatu unsur kepastian hukum dan juga keterbukaan informasi serta akses untuk memperoleh suatu informasi.
Dengan UUPK masyarakat mempunyai kepastian hukum, sejauh mana kewajiban produsen dalam melindungi hak-haknya dan sejauh mana kewajiban konsumen dalam memenuhi hak produsen.
Menumbuhkan kesadaran bagi para pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga akan tumbuh sikap jujur dan juga bertanggungjawab dalam berusaha. Selain menggerakkan kesadaran konsumen tentang hak-haknya.
UUPK juga menggerakkan kesadaran pelaku usaha untuk memahami pentingnya perlindungan konsumen dengan memproduksi barang-barang secara jujur dan bertanggungjawab.
Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin keberlangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Asas Perlindungan Konsumen
Asas perlindungan konsumen ada 5, yaitu sebagai berikut:
- Asas manfaat
Mengamanatkan bahwa semua upaya dalam penyelenggaraan perlindungan terhadap konsumen harus bisa memberikan suatu manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen. Dan juga bagi para pelaku usaha secara menyeluruh.
- Asas keadilan
Mengamanatkan bahwa partisipasi semua rakyat dapat diwujudkan dengan maksimal. Dan juga akan memberikan suatu kesempatan kepada konsumen dan para pelaku usaha untuk dapat memperoleh haknya dan melaksanakan semua kewajibannya secara adil.
- Asas keseimbangan
Mengamanatkan bahwa undang-undang harus bisa memberikan suatu keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan juga pemerintah dalam artian materiil ataupun spiritual.
- Asas keamanan dan keselamatan
Mengamanatkan bahwa undang-undang harus dapat memberikan suatu jaminan atas keamanan dan juga keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakannya.
- Asas kepastian hukum
Mengamanatkan bahwa baik pelaku usaha ataupun konsumen harus bisa menaati hukum dan juga memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta mendapatkan jaminan hukum dari negara.
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Sama seperti konsumen, para pelaku usaha pun mempunyai hak dan kewajiban dalam menjalankan usahanya. Hak dan kewajiban pelaku usaha dapat diuraikan sebagai berikut.
Hak Pelaku Usaha
Para pelaku usaha dalam menjalankan usahanya mempunyai hak yang diatur dalam Pasal 6 UUPK. Pasal 6 UUPK menguraikan bahwa pada intinya hak para pelaku usaha meliputi 5 poin berikut:
- Hak untuk mendapatkan pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan tentang kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
- Hak untuk memperoleh perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik atau buruk.
- Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya atau sewajarnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
- Hak untuk rehabilitasi atau pemulihan nama baik jika terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tersebut tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan oleh pelaku usaha.
- Hak-hak lainnya yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban Pelaku Usaha
Kewajiban yang harus dijalankan oleh para pelaku usaha dalam menjalankan usahanya diatur dalam Pasal 7 UUPK. Pasal 7 UUPK ini pada intinya menyatakan bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban dalam 7 hal berikut:
- Beritikad baik dalam melakukan semua kegiatan usahanya.
- Memberikan semua informasi secara benar, jelas, dan juga jujur tentang kondisi dan juga jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan tentang penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaannya.
- Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan juga jujur serta tidak diskriminatif.
- Menjamin kualitas barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
- Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberikan jaminan dan/atau garansi terhadap barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan.
- Memberikan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian yang diakibatkan dari penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
- Memberikan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian jika barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan yang ada dalam perjanjian.
Sanksi dalam UU Perlindungan Konsumen
Dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen, Undang-Undang Perlindungan Konsumen menggunakan 3 sistem pemberian sanksi kepada pihak-pihak yang melanggar. 3 sistem sanksi yang dimaksud berupa sanksi perdata, administrasi, dan juga pidana.
1. Sanksi Perdata
Sanksi perdata berupa pemberian ganti rugi oleh perusahaan kepada konsumen terhadap kerugian yang diderita konsumen dari transaksi yang sudah terjadi.
Bentuk sanksi perdata bisa berupa pengembalian uang, penggantian barang, perawatan kesehatan, dan pemberian santun-an.
Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu atau jangka waktu 7 hari setelah tanggal transaksi. Pemenuhan ganti rugi berdasarkan sanksi perdata tidak menggugurkan sanksi pidana.
2. Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi dikenakan kepada perusahaan yang tidak memenuhi tuntutan sanksi perdata.
Sanksi administrasi ini berupa penetapan denda maksimal Rp. 200.000.000 melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
Sanksi ini dikenakan terhadap pelaku usaha yang melanggar pasal 19 ayat 2 dan ayat 3, pasal 20, pasal 25, dan pasal 26 UUPK.
3. Sanksi Pidana
Sanksi pidana dikenakan atas pelanggaran tindak pidana berupa hukuman kurungan penjara. Bentuk sanksi pidana ada 2 jenis yaitu:
Penjara 2 tahun atau denda sebesar Rp. 500.000.000 terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
- pasal 11,
- pasal 12,
- pasal 13 ayat 1,
- pasal 14,
- pasal 16,
- pasal 17 ayat 1 huruf d dan huruf f UUPK.
Penjara 5 tahun atau denda Rp. 2.000.000.000 terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan. Yang sebagaimana diatur dalam
- pasal 8,
- pasal 9,
- pasal 10,
- pasal 13 ayat 2,
- pasal 15,
- pasal 17 ayat 1 huruf a, b, c, e, ayat 2,
- pasal 18 UUPK
Terhadap sanksi pidana diatas dapat dijatuhkan hukuman tambahan. Seperti perampasan barang tertentu,
- pengumuman keputusan kehakiman,
- pembayaran ganti rugi,
- perintah penghentian suatu kegiatan tertentu yang dapat menyebabkan timbulnya kerugian bagi konsumen,
- kewajiban penarikan barang dari peredaran,
- dan pencabutan izin usaha.
Badan Perlindungan Konsumen Nasional
Badan Perlindungan Konsumen Nasional atau BPKN adalah suatu badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen.
BPKN ini berkedudukan atau berlokasi di ibukota Negara Republik Indonesia atau di Jakarta dan bertanggungjawab kepada presiden.
Anggota dari BPKN ini diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas usulan dari menteri. BPKN ini berfungsi untuk memberikan saran dan perlindungan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia.
Untuk dapat menjalankan fungsinya, BPKN mempunyai 7 tugas sebagai berikut.
- Melakukan berbagai penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan konsumen.
- Melakukan berbagai penelitian dan juga pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen.
- Menyebarluaskan informasi dengan melalui berbagai media tentang perlindungan konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakkan kepada konsumen.
- Menerima berbagai pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha.
- Memberikan saran dan juga rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijakan di bidang perlindungan konsumen.
- Melakukan survey yang berkaitan dengan dengan kebutuhan konsumen.
- Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.
Dalam melaksanakan tugasnya BPKN ini dapat bekerja sama dengan organisasi konsumen internasional.
Akhir Kata
Demikianlah pembahasan tentang perlindungan konsumen. Semoga artikel ini bisa bermanfaat bagi kamu dan bisa menambah wawasan kamu.
Jika ada kritik, saran, atau pertanyaan silakan tuliskan di kolom komentar. Terima kasih.